Mahasiswa STAIM Nglawak dan Aliansi Mahasiswa Nganjuk Bersatu Kawal Tuntutan RUU Pilkada untuk DPR
Pada tanggal 26 Agustus, aksi demonstrasi berlangsung di depan kantor DPRD Kabupaten Nganjuk, diikuti oleh berbagai organisasi mahasiswa dari seluruh wilayah Nganjuk. Aksi ini dihadiri oleh aliansi yang terdiri dari organisasi-organisasi mahasiswa seperti BEM, PMII, GMNI, HMI, serta mahasiswa dari kampus STAI Miftahul ‘Ula (STAIM) Nglawak.
Di antara perwakilan mahasiswa STAI Miftahul ‘Ula (STAIM) Nglawak yang ikut bergabung dalam aliansi ini adalah M. Alvian Jomantoro dari Prodi PGMI, M. Zaki Mansyur dari Prodi Ekonomi Syariah (ES), Heri Yusuf Nugroho dari Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Ahmad Nur Hidayat dari Prodi Ekonomi Syariah (ES), Afilatul dari Prodi PGMI, dan M. Dimas Yusuf Arifin dari Prodi PGMI. Para mahasiswa menggelar aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang diusulkan oleh DPR, karena mereka meyakini bahwa RUU tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Aksi demo dimulai sekitar pukul 11 siang dan berlangsung hingga jam 1 siang. Demonstrasi ini berlangsung damai, tanpa ada insiden kekerasan atau kerusuhan. Para mahasiswa yang berpartisipasi dalam aksi tersebut diberikan izin untuk memasuki kantor DPRD Kabupaten Nganjuk guna melakukan diskusi langsung dengan ketua dan wakil ketua DPRD . Dalam diskusi tersebut, aliansi mahasiswa menyampaikan empat tuntutan utama yang menjadi fokus perhatian mereka.
Tuntutan pertama adalah agar DPRD Kabupaten Nganjuk mendesak DPR RI untuk tidak melakukan pembahasan ulang RUU Pilkada. Mahasiswa menegaskan bahwa pembahasan ulang RUU ini tidak diperlukan dan hanya akan menimbulkan ketidakstabilan politik yang lebih besar.
Tuntutan kedua adalah agar DPRD Kabupaten Nganjuk mendesak DPR RI untuk taat dan patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya telah memberikan arahan dan putusan mengenai penyelenggaraan pilkada. Para mahasiswa menekankan pentingnya supremasi hukum dan kehormatan terhadap putusan MK sebagai lembaga tinggi negara yang berwenang.
Tuntutan ketiga adalah seruan kepada lembaga-lembaga tinggi negara, seperti Presiden, DPR, Mahkamah Agung (MA), dan MK, untuk tidak bertindak sewenang-wenang dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Mahasiswa meminta agar proses pembuatan kebijakan dilakukan secara transparan, demokratis, dan melibatkan partisipasi publik.
Tuntutan keempat, mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk bersikap netral sebagai kepala negara, terutama dalam konteks Pilkada 2024. Mahasiswa meminta agar Presiden tidak terlibat atau campur tangan dalam proses pilkada, sehingga integritas dan keadilan pemilihan dapat terjaga.
Selain menyampaikan tuntutan, mahasiswa juga mengusulkan agar aspirasi dan rekomendasi mereka disampaikan langsung ke DPR RI di Jakarta. Untuk itu, direncanakan adanya perwakilan dari setiap organisasi mahasiswa, termasuk BEM, PMII, GMNI, dan HMI, serta anggota DPRD Kabupaten Nganjuk, yang akan berangkat ke Jakarta untuk menyuarakan aspirasi ini. Delegasi ini akan mewakili aliansi mahasiswa dan masyarakat Nganjuk dalam menyampaikan langsung tuntutan mereka kepada DPR RI.
Aksi demonstrasi ini menunjukkan komitmen dan kesadaran politik yang tinggi dari para mahasiswa di Nganjuk. Dengan menyuarakan tuntutan dan melibatkan diri dalam proses demokrasi, mereka berharap dapat mendorong perubahan kebijakan yang lebih baik, serta menjaga tegaknya hukum dan demokrasi di Indonesia. Demonstrasi ini tidak hanya menandakan kebangkitan gerakan mahasiswa di Nganjuk, tetapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan konstitusi.
0 Comments